Selasa, 22 Mei 2018

Awal mula aku lesbi


Perawat lesbi
Nama saya istiqomah biasa dipanggil isti, umur saya 28 tahun. Saya seorang akhwat berjilbab dan memakai kaacamata. Saya lulusan dari Akademi Perawat di salah satu kota kecil di Jawa Tengah. Sekarang saya bekerja di Rumah Sakit Swasta di kota P. Saya sudah jadi karyawan tetap disini, tapi baru 3 bulan saya dipindahkan keruang perawatan anak. Saya tinggal di rumah sendirian bersama ayah. Sebagai orang baru di bangsal ini, saya banyak mendapat teman dan kenalan baru. Salah satunya adalah Kepala Bangsal perawatan anak, atasan saya langsung, dimana saya ditempatkan. Ibu Crhistiani kami memanggilnya umurnya hampir 40 tahun, akan tetapi sampai sekarang belum menikah juga sama sepertiku. Walaupun kalau saya lihat sebenarnya Kepala Bangsal saya ini wajahnya cantik, bentuk badannya sensual dan kulitnya putih bersih.

Saya mendengar selentingan kabar dari teman-teman di sini, kalau Ibu Crhistiani sebenarnya simpanan salah satu pejabat yang juga bekerja di kota ini. Sebagai Kepala Bangsal perawatan anak, Ibu Crhistiani sangat disegani karena selain secara fisik lebih besar dari rata-rata perawat, juga mulutnya sangat pedas, terutama untuk perawat-perawat yang lain. Yang lebih menarik pula, gelang dan cincin berlian di tangan, juga jam tangannya yang bertuliskan “Cartier”. Pantaslah kalau gosip itu benar, Ibu Crhistiani simpanan salah satu pejabat kaya yang juga bekerja di kota ini. Sebagai perawat, kami kadang bergiliran bertugas jaga, kebiasaannya di bangsal saya yang bergiliran jaga adalah perawat senior dan junior, tidak terkecuali saya dan Ibu Crhistiani.

Pada suatu hari, saya mendapat jadwal tugas jaga bersama Ibu Crhistiani. Sebenarnya saya sangat takut, karena selain saya masih baru, saya juga “ngeri” padanya. Ada yang membuat saya terkejut, ketika semua perawat teman-teman saya selesai bertugas jam 21.00, tinggal kami berdua sebagai perawat jaga hari itu.

“Dik isti”, Ibu Christiani memanggil sambil tersenyum.
“Iya, bu”, kaget saya.
Sebelum ini, tidak pernah sekalipun Ibu Christiani memanggil saya dan teman-teman yang lain dengan sebutan “Dik”, apalagi memanggilnya sambil tersenyum. Mimpi apa saya ini?
“Ini statusnya dilengkapi dan periksa ulang Suhu dan Tensi untuk kamar 9 dan 10″.
“Iya, Bu”, saya seperti kerbau dicocok hidung.

Segera saya lakukan perintahnya. Setelah selesai, menyusul perintah-perintah “manis” yang lain, saya hanya bisa menuruti. Walaupun saya iri juga padanya, karena Ibu Christiani hanya duduk manis di meja counter depan Bangsal perawatan anak sambil menonton TV.Akhirnya selesai juga perintah-perintah “Sang Ratu”, jam sudah menunjukkan jam 23.50. Pada saat ini biasanya perawat jaga saatnya untuk beristirahat tapi tetap siaga. Saya kelelahan, tapi inilah resikonya sebagai perawat. Saya masuk ke kamar jaga perawat, dan merebahkan diri untuk tidur-tiduran sebantar sambil beristirahat.
Tidak berapa lama kemudian Ibu Christiani masuk ke kamar juga, dia juga ikutan rebahan di tempat tidur yang lain. Sambil menyodorkan minuman Mulailah dia menginterogasiku. Akan tetapi tanpa sepengetahuan saya ternyata minuman itu sudah dicampur dengan obat penenang.

“Sudah punya pacar, dik?”.
“Dulu, Bu”. Iya dulu saya pernah punya pacar tapi sekarang saya memilih jomblo bahkan bisa dikatakan perawan tua sama seperti ibu Christiani.
“kenapa sekarang masih jomblo?”
Dengan malu-malu sayapun menjawab “mungkin karena saya trauma sering disakiti pria bu”
“Dulu waktu sekolah di Akper juga tinggal di asrama Akper?”.
“Iya”.
Ibu Chistiani tertawa, “Kenapa Bu, kok tertawa?”.
“Hayo, dulu waktu di asrama sering nonton BF bersama-sama, tho?”.
“enggak, kok ibu”.
“Aah masa, Saya dulu waktu masih sekolah juga sering”.

Setelah itu malahan Ibu Christiani cerita mengenai BF dengan detail dan cerita-cerita mengenai main kucing-kucingan memasukkan cowok ke asrama dan hal-hal porno lainnya, sambil tertawa-tawa. Walaupun geli di telinga mendengarnya, saya menanggapinya dengan malu-malu. Walaupun saya menjadi tidak jenak, akan tetapi entah kenapa ada perasaan senang juga mendengarkan cerita-cerita itu.
“Dik Wati, pernah “main” dengan pacarnya?”.
“astaga Belum, Bu”.
“Oh, nanti saya ajarin”.
“maaf, tidak perlu Bu terimakasih di dalam agama saya itu tidak diperbolehkan”.
“hemmm”. Wajahnya tampak sekali kecewa.

Tiba-tiba Saya merasakan lemas dan kantuk yang luar biasa, mungkin karena obat itu sudah mulai bekerja. Saya pun mulai memejamkan mata dan tidak ingat apalagi yang terjadi.

Lalu Saya terbangun karena sesuatu terasa aneh, setelah saya buka kedua mata saya betapa terkejutnya saya. Melihat sekeliling ternyata saya sudah didlam ruang kepala perawat. Saya duduk di kursi khusus pasien yang biasa digunakan untuk pemeriksaan vaagina dengan kondisi tangan terikat kebelakang dan kakipun terikat dengan kondisi menganga. Lebih terkejut lagi saya dalam keadaan setengah telanjang, dengan masih menggunakan jilbab kancing-kancing seragam saya sudah terbuka dan BH sudah dilepas. Sehingga terlihat jelas kulit saya yang putih mulus dan gundukan gunung kembar saya yang besarnya tak seberapa. Celana seragam saya dan CD saya ternyata sudah dilepas sehingga nampaklah vagina saya yang masih perawan dan hanya ditumbuhi sedikit rambut kemaluan. Ibu Christiani langsung masuk ke kamar membangunkan lamunan sesaat saya.

“Kenapa dik?”, sambil tersenyum.
“Eemmmpppphhhhh”. Saya tidak bisa berkata apa-apa karena mulut saya disumpal.
“sssttt jangan teriak nanti ketahuan, nanti kamu juga akan terbiasa” katanya sambil tersenyum menang.
“Wah, rambut yang bawah hanya sedikit yaa”, sambil tangannya menjulur mengelus liang surgaku. Saya terkesiap, ada perasaan aneh pada vagina saya ketika tangannya mengelus lembut vagina saya. Secara refleks pula saya menarik napas panjang dan menutup mata.
“Kenapa dik, nikmat?”.
Saya membuka mata dan tersipu malu.
“Oh.., belum pernah yaa”, Ibu Christiani tersenyum, sambil matanya menyempit memperhatikan saya. Saya juga hanya tersenyum sambil menggigit bibir. Saya ingin Ibu Winantu mengelus vagina saya lagi seperti tadi, kata saya dalam hati.

Saya merasa itu terjadi begitu cepat, tiba-tiba Ibu Christiani berjongkok di hadapan saya dan mulai menjilati vagina saya. Saya kaget dan keenakan, belum pernah saya merasa seperti ini. Saya tidak bisa dan entah kenapa saya juga tidak mau menolaknya, tubuh saya seperti ingin menikmatinya. Ibu Christiani sangat ahli menjilati vagina saya, dengan lembut dia membuka lebar paha saya dan membuka pelan-pelan bibir kemaluan luar saya. Saya merasakan sangat nikmat di bawah sana, di kemaluan saya, ketika lidah Ibu Christiani menjilat-jilat kemaluan bagian dalam saya, sungguh nikmat dan nikmat sekali, terutama ketika bibirnya yang basah menjilati klitoris saya. Saya menutup mata menikmatinya, payudara saya juga ikut mengeras. Saya menutup rapat-rapat bibir saya, sambil menggigit kencang bibir saya, nikmat sekali, nikmat sekali. Hanya napas saya makin lama makin berat, dan makin lama saya makin merasa kemaluan saya makin basah.

“Ooohh..”, saya mendesah agak keras, saya merasa melayang dan lupa segala dalam sesaat. Kemaluan saya bagian dalam terasa berdenyut-denyut berkepanjangan, tubuh saya serasa melayang dengan segala rasa yang pernah saya alami. Untuk pertama kalinya saya merasa mulai mengetahui kemaluan saya sendiri dan kenikmatannya yang luar biasa. (itu namanya orgasme, yaa).
“Sudah, dik?”, suara Ibu Christiani menyadarkanku.“Maaf, ya dik”.
Tubuh telanjang Ibu Christiani yang sudah kembali berdiri di hadapan saya sambil melepas ballbag yang menyumpal mulut saya. Entah kenapa saya merasa ingin dibelai, disayangi dan merasa nyaman dengan ibu Christiani.  Disamping tubuh saya yang mendadak lemas, setelah merasakan puncak kenikmatan tadi.
“Tidak apa-apa bu”, sambil tersenyum.
“Wajar saja, tidak usah khawatir”, Ia melanjutkan melepas ikatan-ikatan tali yang mengikat tangan dan kaki saya. Sambil dipeluknya tubuh saya yang juga telanjang. Dia raih kepala dan payudara saya, dan diciumnya bibir saya dengan lembut, lidahnya juga masuk ke dalam mulutku, menjilati lidah saya. Untuk pertama kalinya pula saya merasakan ciuman dari seorang wanita, apalagi wanita matang dan berpengalaman seperti Ibu Christiani. Ternyata lebih nikmat dan halus, dibanding ketika pertama kalinya saya merasakan ciuman dari seorang cowok.

“Ayo dik, lekas dipakai lagi seragamnya”.
“Besok giliran saya ya”, Ibu Christiani tersenyum penuh arti pada saya. Saya mengangguk pelan, dan ingin “waktu” itu segera datang.

Malam itu, setelah tugas-tugas sebagai perawat telah selesai, di kamar tidur perawat saya belajar “melayani” Ibu Winantu, ternyata indah sekali. Sungguh hari itu, malam yang tidak terlupakan. Sejak saat itulah pula, Ibu Christiani menjadi mentor saya. Saya selalu menunggu waktu-waktu tugas bersama, lagi dengan Ibu Christiani dan kencan-kencan kami lainnya di luar jam dinas Rumah Sakit, berbagi waktu dengan “suami” tidak resmi Ibu Christiani, seorang pejabat dikota ini.

Bermain dengan 4 Mahasiswi Alim part 1


“tok ... tok ... tok ... “
Sosok mungil tapi cantik berjilbab membukakan pintu"Ehhh... ada tamu. Temannya Dewi ya?" sapa Hesti ketika membukakan pintu. Heran juga ia melihat tiga lelaki yang berpenampilan agak kasar itu ada di dalam rumah kostnya.
"Ih, Dewi kok punya temen serem gitu sih," batinnya.
"Iya Mbak. Baru pulang kuliah?" sahut salah satu dari para 'tamu' itu, sambil mengepulkan asap rokoknya.
"He..eh, baru pulang nich. Sudah ketemu Dewinya?"
"Belum Mbak." sahut lelaki tadi sambil melirik dua temannya yang cuma senyum-senyum.
"Seharusnya dia sudah pulang.Iya deh, aku panggilin ya?"
Hesti setengah berlari ke kamar Dewi, Pintunya tertutup rapat.Langkahnya berhenti di depan kamar karena mendengar suara aneh.
"Wi....wi....Dewi?" Hesti mengetuk pintu.
Upik memberanikan diri membuka pintu. Matanya langsung terbeliak melihat dua lelaki sedang mengobrak-abrik kamar seperti mencari sesuatu. Hesti langsung berbalik, lari...
"Tolooongg....tolooong...." teriaknya agak keras.

Baru lima langkah berlari, Upik terpaksa berhenti karena tiga lelaki yang tadi di ruang tamu menghalangi jalannya.
"Ada apa, Mbak?"
"Ra...rampok...perampok...ada perampok..." Hesti terbata-bata.
"Ooo itu...itu bukan rampok cuman mencari barang yang berharga, tapi karena sepertinya tidak ada kami ambil saja barang berharga yang ada ditubuh kalian itu...."
Hesti seperti mendengar petir saat lelaki di depannya mengatakan itu.
Ia berupaya menghindar dan lari lagi.
"Toollloooong.....mmmbbbppp...."
Dua lelaki mencengkeram kedua lengannya dan salah satu membungkam mulutnya. Matanya melotot ketakutan. Apalagi satu lelaki lagi menempelkan belati ke pipinya.
"Jangan coba-coba teriak, mengerti!" desisnya. Hesti mengangguk dan mulutnya tak dibungkam lagi.
"Ja...jangan...perkosa saya...." ibanya.
"Kami tak akan memperkosa. Cuma memasukkan kontol-kontol kami ke dalam tempik kalian. Ingat, kamu hanya boleh merintih dan mengerang. Kalau coba-coba teriak, kamu bisa kehilangan ini...."
"Adudududuhhh...iya...iya...lepaskan....aduhhh..." Hesti memekik.
Lelaki di depannya mencengkeram payudara kanannya dari luar jilbab dan jubahnya. Begitu keras cengkeraman itu seolah gumpalan daging itu bakal lepas dari tempatnya.
Hesti dijatuhkan di lantai dengan nafas tersengal.Hesti tak bisa berteriak ketika salah satu lelaki merobek bagian bawah pakaiannya dan mengikat kedua tangannya ke belakang dengan sobekan kain. Lelaki itu merobek lagi jubah abu-abunya dan menyumpal mulutnya dengan sobekan kain.
Mahasiswi Fakultas pendidikan itu lalu dipaksa berdiri oleh seorang lelaki yang merengkuhnya dari belakang. Hesti meronta dan merintih ketika melihat lelaki di depannya menyingkapkan jilbabnya ke pundaknya, lalu mencengkeram keras payudaranya lagi. Gadis asal desa C kota P Jateng itu makin ketakutan ketika jubahnya dilucuti.
Dua lelaki di depannya tertawa-tawa melihat gadis itu kini hanya mengenakan BH dan celana dalam. Lelaki yang memegang belati kemudian menempelkan belatinya ke leher Hesti. Hesti merinding, apalagi belati itu kemudian bergerak turun, melingkari gundukan daging payudaranya yang menyembul dari kantung BH.
Lalu mata pisau itu menyelip di sambungan kantung BH. Sekali tarik, BH-nya putus dan langsung direnggut lelaki satunya. Hesti terisak saat lelaki itu menyentuhkan ujung belati ke dua putingnya yang mungil dan hitam. Sementara lelaki di belakang menggenggam kedua payudaranya yang montok sehingga makin menjulang.
Hesti gemetar ketika kemudian pisau itu ditempelkan ke bawah, lalu menyelinap ke balik celana dalamnya. Logam yang dingin menyentuh celah bibir vaginanya, membuatnya gemetar. Sekejap kemudian, celana dalamnya juga menjadi mangsa pisaunya itu. Kini tak ada seutas benangpun menutupi tubuhnya yang kuning langsat, kecuali sehelai jilbab dikepalanya dan kaus kaki krem.
Takut bercampur malu sungguh menyiksanya, sebab belum pernah orang lain melihat tubuhnya tanpa pakaian. Apalagi, tiga lelaki itu kini berebut meremas vaginanya yang berambut tipis.
Hesti putus asa. Air mata menitik dari kedua matanya. Tiga lelaki itu kini sudah melepas celana mereka dan memperlihatkan penis yang hitam dan besar. Hesti kini dipaksa berbaring telentang di lantai saat lelaki yang memegang pisau mengangkat kedua belah kakinya ke atas.
"Ampuun....ooohh...jangann....aaaaakkhhh...."

Tanpa basa-basi, ia masukkan penisnya ke dalam vagina Hesti. Mahasiswi cantik itu mengerang panjang merasakan vaginanya sangat pedih. Ia merasa ada yang koyak di dalamnya. Ia makin tak karuan ketika sumbat mulutnya dilepas lalu lelaki lain memaksanya mengulum penisnya. Sementara lelaki ketiga hanya meremas-remas buah dadanya, menarik-narik putingnya dan mencabuti bulu kemaluannya.
Setelah beberapa menit, lelaki yang merenggut mahkotanya mencapai klimaks dan menumpahkan sperma ke dalam rahimnya. Disusul oleh rekannya yang menumpahkan sperma di dalam mulutnya. Hesti terbatuk sehingga semprotan sperma berikutnya menodai wajah lembutnya serta jilbab abu-abunya. Lelaki ketiga tak mau berlama-lama, memperkosa Hesti yang lunglai dengan kasar, lalu menyemprotkan sperma ke wajahnya lagi.
Mulut Hesti yang penuh sperma sudah disumbat lagi dengan sobekan celana dalamnya sendiri. Ia masih terikat ketika tubuhnya yang mungil diseret ke meja makan.Dari ruang makan, tiga lelaki itu mengacungkan jempol kepada dua rekannya yang tadi di kamar Dewi. Ketiga lelaki itu lalu kembali ke ruang tamu, menunggu 3 gadis lainnya yang belum kembali.
Sementara dari dekat ruang makan kembali terdengar jerit atau lebih tepatnya rintihan Hesti. Dengan tangan tetap terikat, Hesti dibaringkan di atas meja makan. Kakinya menjuntai ke bawah meja.
Karena itu ia hanya bisa mengerang ketika vaginanya jadi sasaran pemuas mulut. Kedua payudaranya yang tak seberapa besar pun dicengkeram dan dijilati. Lalu, terasa vaginanya kembali disodok penis yang keras dan panjang.
Hesti mengerang panjang ketika kedua putingnya ditarik ke atas tinggi-tinggi. Otot-otot vaginanya berkontraksi ketika ia kesakitan.

Akibatnya, pemerkosanya terangsang untuk terus menyakitinya. Kali ini, sambil memajumundurkan penisnya, lelaki itu mencabuti sehelai demi sehelai rambut kemaluan Hesti yang lumayan lebat.
Hesti terisak-isak ketika lelaki itu akhirnya usai dan menyemprotkan spermanya ke dalam rahimnya. Tapi itu belum berakhir. Lelaki kedua kini menekan-nekan anusnya dengan telunjuk. Diolesinya lubang sempit itu dengan sperma temannya yang meleleh keluar dari celah vaginanya.
"Ngghhh....ngghhhhh..." Hesti melengkungkan punggungnya saat telunjuk lelaki itu mulai menyusup masuk. Lalu, satu jari lagi menyusul.
Hesti mengerang keras. Belum pernah ia merasakan sakit seperti itu. Apalagi kemudian dua jari lagi masuk. Lalu, dua telunjuk dan dua jari tengah, bergerak ke arah berlawanan, melebarkan lubang anusnya.
Lelaki itu kini menempatkan kepala penisnya di lubang itu dan melepaskan tarikannya.
Hesti merintih...sesuatu yang besar terasa mengganjal di pintu liang anusnya. Apalagi, lelaki itu kemudian mulai mendorong. Hesti mengerang dan meronta sejadinya. Bagian bawah tubuhnya seakan terbelah.
Lelaki itu terus menyodominya. Tiap ditarik keluar, terlihat penisnya bernoda darah. Tetapi itu justru membuatnya makin bernafsu. Tangan kanannya meremas-remas kedua payudara Hesti, seolah hendak meremukkannya. Tangan kirinya meremas vagina Upik dan dua jarinya masuk jauh ke dalam. Lalu dengan tusukan jauh ke dalam, lelaki itu menumpahkan spermanya ke dalam anus mahasiswi itu. Hanya beberapa saat sebelumnya, Hesti pingsan...

Sabtu, 17 Maret 2018

Terjerumus Akibat Hutang



Namaku Anto,aku seorang fotografer dan seorang blogger. Dulu waktu SMA aku punya teman bernama Lusiana, biasa dipanggil Lusi akrabnya. Waktu sma postur tubuhnya tidak bagus, tubuhnya gendut dan warna kulitnya hitam.
Sekarang aku dapat job utuk majalah dewasa dan kalender, tapi aku bingung karena tidak ada model yang mau difoto hot. Tapi tiba-tiba Lusi inbox aku, dia mau pinjam uang denganku. Setelah aku lihat profilnya, ternyata dia sudah berubah langsing dengan ukuran payudara 36B dan kulitnya putih mulus dan rambutnya hitam lurus. Lalu terlintas ide jahat untuk memanfaatkannya, dalam hati ku berkata “ini cocok untuk ku jadikan foto model majalah dewasa.”
Saat dia menelponku “hallo maaf ini siapa ya?”
“hallo Nto ini aku Lusi, masih ingat kan?”
“oh iya, gimana Lus?”
“gini Nto seperti kemarin disosmed, aku mau pinjem uang bisa enggak?”
“oke bisa tapi ada syaratnya” balas Anto mencoba menjebak.
“apa syaratnya?”
“besok aku kerumah kamu saja kita bertatap muka langsung” Kilah Anto padahal dia sengaja mengulur waktu untuk mempersiapkan jebakan.
“oke aku tunggu yach”
***
Keesokan harinya anto menemui Lusi dirumahnya, begitu masuk diruang tamu terpajang berbagai foto. Ternyata Lusi sudah menikah tapi belum punya anak.
“kamu sudah menikah Lus ... suamimu dimana ... ko’ sepi?” Anto mencoba bertanya
“iya nich suamiku sedang merantau” jawab Lusi
“Terus anak kamu dimana?”
“kamu ngaco ach aku belum punya anak dan aku tinggal sedirian dirumah” lalu Lusi balik bertanya “eh bisa enggak, dimana uangnya?”
“eits sabar dulu, karena uang yang kamu pinjam tergolong besar ada persyaratannya. Isi perjanjian itu sudah aku tulis, aku butuh tandatanganmu kalau kamu setuju.” Kata Anto seraya meyodorkan kertas bermaterai kepada Lusi.
Lusi membaca surat perjanjian tersebut. Isi perjanjian itu kurang lebih adalah “saya Lusiana bersedia melunasi hutang dengan bunga 50%  apa bila dalam tempo 1 bulan tidak bisa melunasi hutang tersebut saya bersedia menjadi foto model dan budak tuan Anto selama 2 hari dan mematuhi segala perintah tuan Anto dimasa tersebut tanpa terkecuali, serta saya akan tinggal bersama tuan Anto dimasa itu. Apabila saya mengingkari perjanjian ini saya siap mepertanggung jawabkannya didepan hukum.” Ternyata anto sudah mempersiapkan jebakan ini untuk menjerumuskan lusi.
“yang bener ini Ant, masa gini perjanjiannya?” protes Lusi
“ya itu terserah kamu, kalo setuju aku kasih uangnya kalo tidak ya mohon maaf” jawab Anto dengan santainya.
Sejenak Lusi memikirkannya dalam-dalam. Karena dia sangat butuh uang itu untuk melunasi hutang-hutangnya dan untuk kebutuhan lainnya, akhirnya Lusi menyetujuinya.
“oke aku tandatangani perjanjian ini” dalam hati Lusi berkata “aku harus melunasinya sebelum jatuh tempo” seraya menandatangani perjanjian itu.
“nah gitu donk, ini uangnya dan sampai jumpa 1 bulan yang akan datang”
Lalu Anto meninggalkan Lusi sendirian dirumahnya.
***
Satu bulan sudah berlalu tapi Lusi belum bisa melunasi hutangnya. Dirumahnya dia kelihatan cemas menunggu kedatangan Anto. Lalu tiba-tiba Anto datang.
“gimana Lus kamu mau melunasi hutang-hutang kamu” tagih Anto
“aduh Nto aku belum punya uang jangankan untuk membayar hutangku untuk bayar bunganya saja aku belum bisa” Melas Lusi.
“gak bisa gitu donk Lus perjanjiannya kan 1 bulan” tegas Anto.
“iya tapi ... ah aku minta keringanan sedikit saja” bujuk Lusi mencoba merayu.
“maaf Lus perjanjian tetaplah perjanjian, kamu tinggal pilih mau jadi foto model dan budak ku atau kita selesaikan dikantor polisi” ancam Anto “kebetulan aku ada proyek fotografi untuk majalah dewasa”
Sontak Lusi kaget mendengarnya tapi dia takut suaminya tahu apalagi kalau dipenjara. Dengan terpaksa dan hati yang hancur Lusi memilih menjadi budak Anto. Anto pun tersenyum menyambut kemenangan sambil menghisab rokok dalam-dalam.
“jangan, jangan sampai suamiku tahu. Baiklah janji adalah hutang dan hutang harus dilunasi” kata Lusi lirih.
“oke sekarang kamu ikut aku dan mulai sekarang aku jadi tuanmu, aku bebas minta apapun dari kamu” kata Anto sambil meyodorkan sebuah pakaian.
“iya tuan” kata Lusi
“Sekarang pakai baju itu tapi ga usah pakai daleman”
Lalu Lusi masuk kedalam untuk ganti pakaian seperti yang diperintahkan Anto. Tak berapa lama Lusi muncul mengenakan pakaian yang diberikan Anto. Lusi mengenakan hem tipis tanpa lengan yang sangat pendek dengan rok hotpants super pendek. Sehingga tampak sedikit bongkahan pantatnya yang padat berisi. Sebenarnya Lusi malu, namun itulah konsekuensi dari perjanjiannya. Dengan menahan rasa malu Lusi menuju mobil Anto.
“wow kamu cantik dengan pakaian itu” kata Anto tersenyum nakal “oke kita jalan, sesi pertama pemotretan ditepi pantai”
Sesampainya dipantai yang sepi mereka langsung melakukan pemotretan.
“coba sekarang kamu pose bebas dengan gaya kamu”
Lusipun menurutinya namun posenya kurang memuaskan Anto.
“nah sekarang Lus, coba kamu buka kancing bagian atas”
“baik tuan Anto”
“nah gitukan yahuud”
Lalu Lusi dipotret lagi dengan gaya-gaya sensual.
“sekarang buka pakaian atas kamu” perintah Anto.
“tapi tuan...” tolak Lusi
“kenapa kamu menolak, ingat perjanjiannya” nada Anto sedikit meninggi
“baikalah saya laksanakan” jawab Lusi dengan ragu.
Setelah selesai merekapun kembali kedalam mobil melanjutkan perjalanan menuju vila Anto. Dalam perjalanan Lusi sudah tidak mengenakan pakaian lagi. Yang tersisa hanya tinggal bra dan cd saja yang ia kenakan. Selama diperjalanan Anto selalu memainkan payudara Lusi dan terkadang memasukan jari tangannya kevagina Lusi. Lusi hanya pasrah tubuhnya dikerjai Anto, namun sesekali Lusi meleguh keenakan.
BERSAMBUNG